A woman suffering from gastroesophageal reflux disease

Ternyata GERD Berbahaya! Ayo Kenali Gejala dan Cara Mengobati GERD Secara Mendalam

Hi peeps!

Pernahkah kamu merasa mual setelah telat makan? Atau kamu merasa nyeri di ulu hati ketika merasa stres? Ataukah kamu merasa kembung setelah meminum kopi? Yuk kenali gejalanya, jangan sampai Anda menderita GERD!

Bagaimana sih perkembangan GERD di Indonesia?

Seringkali kita merasa bingung untuk membedakan gerd dan maag, karena dua penyakit ini memiliki gejala yang sama. Tapi, faktanya dua penyakit ini berbeda. Sebutlah saja GERD adalah penyakit yang dampak nya dapat menimbulkan kematian dalam kondisi tertentu. Jadi, bagaimana sih sebenarnya perkembangan GERD di Indonesia?

Prevalensi GERD dan komplikasinya di Asia, termasuk Indonesia, secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, namun demikian data terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perubahan gaya hidup yang meningkatkan seseorang terkena GERD, seperti merokok, junkfood, dan juga obesitas.1

Data epidemiologi dari Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 40% pasien mengalami gejala heartburn sekurangnya sekali dalam sebulan.2 Prevalensi esofagitis di negara-negara barat menunjukkan rata-rata berkisar antara 10-20%, sedangkan di Asia prevalensinya berkisar antara 3-5% dengan pengecualian di Jepang dan Taiwan yang berkisar antara 13-15% dan 15%. Palestina menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 24%.3

Data dari Kemenkes maupun WHO, belum ada yang menyebutkan data epidemiologi yang pasti pada kejadian GERD. Namun, sebuah penelitian di Indonesia tahun 2019, menujukkan prevalensi sebesar 22,8% yang diambil berdasarkan 57 rekam medis pasien di RS Dr. Saiful Anwar Malang,4 sedangkan di FKUI/RSCM-Jakarta dari data 127 pasien yang menjalani endoskopi, 30% subyek di antaranya menderita esophagitis.5

Data lain dari RSCM/FKUI-Jakarta, menunjukkan bahwa dari 1718 pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi SCBA atas indikasi dispepsia selama 5 tahun (1997-2002) menunjukkan adanya peningkatan prevalensi esofagitis, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002 (rata-rata 13,13% per tahun).6

Senior patient having a stomach ache

Jadi apa itu GERD?

GERD (gastroesophageal reflux disease) atau penyakit asam lambung disebabkan oleh melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah menuju lambung.

Sfingter merupakan otot perut yang mengontrol sistem buka tutup antara kerongkongan dan lambung. Di kondisi orang normal, katup akan terbuka ketika makanan dan minuman masuk dan akan tertutup rapat agar lambung bisa mencerna makanan tersebut.

Setelah makanan atau minuman masuk ke lambung, katup ini akan tertutup kencang guna mencegah isi lambung kembali naik ke kerongkongan. Namun, kondisi berbeda pada penderita GERD, otot-otot pada katup tersebut melemah, sehingga tidak dapat menutup dengan baik. Hal ini yang mengakibatkan isi lambung yang berisi makanan dan asam lambung naik ke kerongkongan.

Menurut Pengurus Besar Perkumpulan Gastroentelogi Indonesia (PB PGI), GERD didefinisikan sebagai suatu “gangguan” ketika isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.7 Pernyataan ini diajukan oleh Konsensus Asia Pasifik tahun 2008 mengenai GERD, yang berarti ada “penekanan” pada kata “gangguan” yang menandakan adanya gangguan terhadap kualitas hidup. Maka GERD, dianggap sebagai suatu kelainan atau penyakit yang mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Apabila kondisi ini terjadi terus-menerus, lapisan kerongkongan akan mengalami iritasi dan mengakibatkan peradangan dan bau mulut.

Mengutip dari PB PGI, terdapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Erosive Esophagitis/ERD) dan kelompok lain adalah pasien dengan gejala refluks yang mengganggu tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux Disease/NERD).7

Jadi, gejala-gejala yang dirasakan belum tentu karena adanya kerusakan di bagian dalam. Maka dari itu, penting untuk mengetahui gejala yang sedang dialami.

Bagaimana tanda atau gejala GERD?

GERD seringkali dianggap sama dengan maag, namun faktanya, kedua hal tersebut berbeda.8 Gejala yang biasa terjadi saat asam lambung naik adalah rasa asam atau pahit di mulut yang menyebabkan bau mulut. Selain itu, gejala lain terasa nyeri yang hebat di perut bagian atas, terutama ketika setelah makan dan berbaring. Agar kita dapat terhindar dari GERD, kenali gejala-gejala tersebut:4, 5

Woman having painful stomachache at home
  • Nyeri Ulu Hati. Ulu hati berada dibagian perut bagian atas. Biasanya nyeri ulu hati disertai mual. Salah satu gejala GERD adalah nyeri ulu hati yang menjalar ke kerongkongan, rasa perih, terbakar, dan panas juga akan dirasakan oleh penderita GERD. Biasanya rasa sakit ini akan berlangsung sekitar 2 – 3 jam.
woman having nausea and sitting on bed with digital device
  • Mual. Timbul rasa mual, mulas, dan ingin muntah juga menjadi gejala GERD yang dapat Anda rasakan. Perut seperti terasa kembung dengan gas. Maka dari itu, hindari konsumsi makanan berlemak dan berminyak, dan minuman bersoda.
  • Perut terasa kembung. Karena rasa mual berlebihan, perut terasa kembung dengan banyak gas. Terutama jika Anda berbaring, perut semakin terasa sesak dipenuhi oleh gas. Hindari berbaring saat kondisi seperti ini.
  • Nyeri yang Dirasakan Setelah Makan. Gejala ini biasanya terjadi ketika Anda telat makan. Setelah makan, Anda merasa nyeri dan mual. Oleh karena itu, makanlah sesuai dengan waktunya, dengan porsi yang cukup namun lebih sering,
  • Kesulitan menelan. Rasa mual, nyeri, dan perut kambung biasanya dapat menimbulkan radang tenggorokan. Peradangan ini karena asam lambung meningkat dan menyebabkan kesulitan menelan. Sehingga, Anda merasa ingin muntah.
sick woman coughing and touching throat at home
  • Radang Tenggorokan. Asam lambung yang naik ke kerongkongan dapat menyebabkan iritasi pada tenggorokan. Itulah alasan seseorang dengan GERD akan mengeluhkan batuk kering dan nyeri pada tenggorokan yang tidak kunjung membaik. Jika berlangsung terus menerus dan lama, kejadian ini dapat menyebabkan suara Anda serak.
  • Bau Mulut dan rasa pahit. Gejala GERD yang lain adalah adanya rasa pahit pada mulut karena asam yang naik dari lambung. Kondisi ini biasanya terjadi di pagi hari setelah bangun tidur. Beberapa orang juga mengeluhkan adanya sensasi asam di ujung lidah. Akibatnya, akan timbul bau nafas tidak enak dari dalam mulut Anda.

Apa bahaya GERD?

Pada kasus yang parah, GERD dapat menyebabkan masalah kesehatan dan komplikasi serius bahkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.GERD dapat menyebabkan peradangan kerongkongan dan penyempitan esofagus yang menyebabkan Anda sakit tenggorokan, serak, dan sakit menelan.9

Kondisi lebih serius jika tidak ditangani, Penderita GERD berisiko lebih tinggi terkena jenis kanker esofagus jen akibat dari yang dikenal sebagai adenokarsinoma esofagus.5 Kanker ini menyerang bagian bawah kerongkongan yang menyebabkan beragam gejala, seperti sulit menelan, penurunan berat badan, nyeri dada, batuk, gangguan pencernaan yang hebat, dan heartburn parah.

cropped shot of woman with paper crafted stomach and cancer lettering on blue background

Pada tahap awal, kanker esofagus sering kali tidak menimbulkan gejala. Biasanya, seseorang baru memerhatikan gejala yang ada setelah kanker telah mencapai tahap lebih lanjut. Sekitar 10-15 % penderita GERD pun mengalami Barrett’s esophagus.7

Selain masalah pencernaan, asam lambung yang naik ke tenggorokan atau mulut bisa terhirup ke paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi adalah infeksi pada paru-paru akibat masuknya benda asing ke dalam organ tersebut.4

Kondisi ini dapat ditandai dengan sejumlah gejala, seperti demam, kelelahan, batuk, nyeri dada, sesak napas, mengi, dan kulit kebiruan. Jika tidak ditangani, pneumonia aspirasi bahkan bisa menyebabkan kematian.

Bagaimana pertolongan pertama pada penderita GERD?

Jika Anda sedang mengalami gejala diatas, jangan panik! Ini beberapa tips yang bisa Anda lakukan jika sedang mengalami GERD:

  • Biasanya, rasa nyeri yang Anda rasakan akan terasa cukup lama. Setelah itu, Anda akan merasa mual atau mulas. Perut terasa perih dan nyeri. Jika Anda mengalami hal tersebut, pastikan Anda berada di ruangan yang cukup oksigen.
  • Atur nafas dengan hati-hati. Beberapa penderita GERD seringkali merasakan kesulitan bernafas ketika ulu hati terasa sangat nyeri. Maka dari itu, penting untung mengatur nafas. Tarik nafas, buang nafas! Lakukan itu beberapa kali, dan jangan tegang.
Drinking water
  • Jika Anda sudah merasa lebih baik, minum air putih secukupnya. Jangan terlalu banyak karena Anda akan merasa mual, dan jangan terlalu sedikit karena Anda perlu menjaga imun dan terhindar dari dehidrasi. Selain air putih, Anda juga bisa minum teh manis hangat, untuk mengatasi mual.
  • Jika Anda memiliki maag kronis, pastikan selalu menyimpan obat maag. Biasanya obat yang sering digunakan adalah omeprazole, ranitidine, antasida, atau sucralfate. Perhatikan! Sebelum membeli obat tersebut, pastikan selalu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
  • Apabila Anda merasa lebih baik, makan dengan porsi yang sedikit namun lebih sering, jangan sampai perut Anda terasa kosong!
Woman sleeping with a sleep mask on her eyes
  • Terakhir, istirahat yang cukup!

Bagaimana mengobati GERD?

Untuk mengobati GERD, Anda harus berkonsultasi dengan ahlinya untuk menentukan jenis obat mana yang cocok dan tepat digunakan untuk mengobati penyakit GERD yang Anda derita.

Selain itu, penting untuk melakukan perubahan gaya hidup, supaya GERD tidak kambuh kembali. GERD adalah penyakit yang seringkali kambuh berulang, terutama pada anak muda dengan gaya hidup kurang sehat. Walaupun GERD tidak dapat benar-benar sembuh, Anda dapat mengubah pola hidup sehat seperti beberapa hal berikut:

  • Banyak mengkosumsi makanan berserat, seperti sayuran dan buah-buahan tertentu. Hindari makanan atau minuman yang memicu asam lambung naik, seperti alkohol, susu, makanan yang pedas dan berlemak, cokelat, mint, dan kopi.
  • Kurangi konsumsi minuman alkohol dan berhenti merokok. Kebiasaan anak muda yang seringkali merokok dan minum alkohol lebih berisiko terhadap GERD. Menurut penelitian Kalinin, gaya hidup merokok terjadi di antara populasi orang dewasa dan dapat menimbulkan gejala GERD, yang terjadi pada 20-40% dari populasi, 12% yang dirawat karena menimbulkan gejala.1
Fighting Obesity
  • Menurunkan berat badan, terutama jika memiliki berat badan yang berlebih. Beberapa penderita obesitas seringkali mengalami GERD, maka dari itu, penting untuk menjaga berat badan ideal.
  • Tetap beraktivitas atau duduk setelah makan. Lambung tidak dapat mencerna dengan baik ketika kita langsung tidur setelah makan. Efek sampingnya adalah gangguan pencernaan dan meningkatkan berat badan. Jadi, hindari berbaring dan biasakan untuk tetap duduk atau beraktivitas ketika Anda selesai makan, setidaknya dalam 2-3 jam.
  • Mengenakan pakaian yang nyaman dan longgar. Menggunakan pakaian yang bagus itu baik, tetapi menggunakan pakaian yang nyaman untuk Anda itu penting. Jika anda menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman, perut dan katup sfingter dapat bekerja optimal tanpa tertekan pakaian yang terlalu ketat. Hal ini dapat membantu Anda terhindar dari gangguan kesehatan yang merugikan.
  • Meninggikan kepala saat tidur. Saat tidur terlentang, jalan nafas terkadang tidak optimal. Aliran pernafasan yang kurang baik dapat memicu gejala GERD timbul. Lebih baik selalu meninggikan kepala saat tidur, agar kualitas lebih terjaga.
sportsman and sportswoman doing plank on weights in sports center
  • Menjaga imun dan berolahraga. Rajin berolahraga dapat meningkatkan stabilitas dan imun setiap orang. Lakukanlah hal yang terasa mudah, seperti jalan santai di pagi hari, bersepeda, atau yoga. Aktivitas tersebut dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan melatih pernafasan.
  • Stay Positive! Salah satu gejala GERD dapat timbul karena cemas, terlalu banyak pikiran, lingkungan yang kurang suportif, dan kesehatan mental yang buruk. Penting untuk menjaga kesehatan mental dan hidup Bahagia. Pikiran yang positif akan meningkatkan daya tahan tubuh Anda. Kelola pikiran Anda, hilangkan beban dan stress yang dapat memicu terjadinya GERD. 
Happy couple

Apa saja makanan apa yang harus dihindari?

Beberapa makanan, terutama makanan berlemak dan pedas, dapat memperburuk refluks asam dan mulas. Jika Anda menderita GERD, daftar makanan yang harus dihindari meliputi: gorengan, makanan pedas, gula halus, minuman berkarbonasi, soda, alkohol, tomat, cabai, makanan berlemak, makanan dalam besar, dan jangan tidur segera setelah makan.

Apa saja makanan yang baik untuk penderita GERD?

Beberapa makanan yang baik untuk dimakan jika Anda menderita GERD meliputi: yoghurt, marsmallow, pepaya, jahe (terutama jahe merah), pisang, melon, jeruk.

Bagaimana Peran Psikologis dalam Mendeteksi Penyakit GERD?

GERD seringkali terjadi karena kita lupa untuk makan, kurang peduli dengan kesehatan tubuh, dan terlalu stres. Penting untuk dapat diingat, stres dapat menimbulkan penyakit lain karena kondisi mental yang tidak stabil dapat menurunkan imun tubuh.

Seberapapun sibuknya Anda, kesehatan mental adalah yang utama. Jauhi lingkungan yang dianggap toxic dan menimbulkan anxiety akut. Dalam kasus peningkatan GERD dari tahun ke tahun, bukannya tidak mungkin adalah pola hidup tidak sehat yang diterapkan karena beban kerja yang meningkat dan kurangnya kesadaran tentang work-life-balance.

Di kondisi kehidupan yang tidak menentu ini, banyak hal yang tidak pasti, dan banyak hal yang harus dipikirkan, tapi bukan berarti Anda harus lebih overthinking dibandingkan sebelumnya, karena kondisi mental yang tidak stabil, Akan membuat Anda tidak mampu untuk berpikir dengan baik.

Sebenarnya, setiap orang bisa mengalami gejala asam lambung naik, terutama setelah makan dalam jumlah yang banyak, makan pada larut malam, atau mengonsumsi makanan yang memicu produksi asam lambung, atau karena merasakan anxiety akut. Asam lambung naik baru dikatakan sebagai penyakit jika gejala tersebut muncul paling tidak 2 kali dalam seminggu, atau berlangsung terus-menerus dalam setiap bulan.

Agar tidak menimbulkan komplikasi yang lebih parah, penting untuk mengenali gejala GERD dan lakukan langkah penanganan sejak dini untuk mengatasinya. Namun, sebelum pergi ke dokter, jika Anda merasa gejala ini muncul karena beban stres dan kecemasan yang terjadi terus menerus, Anda tidak dapat mengatasi hal tersebut, dan menganggu produktivitas Anda dalam beraktivitas, Anda juga perlu berkonsultasi ke Psikolog untuk membantu Anda mengatasi masalah psikologis yang Anda rasakan.

Juga lakukan konsultasi dengan dokter jika gejala GERD terjadi secara terus menerus dan tidak kunjung membaik. Dokter akan melalukan pemeriksaan dasar dan observasi jika memang gejala tersebut serius.

Mental health and self care concept

Selain itu, jaga kondisi kesehatan mental agar tetap positif! Penting untuk dapat mengatasi kecemasan dan mengurangi stres yang berlebih! Banyaklah tertawa untuk menghilangkan beban pikiran Anda. Kecemasan yang berlebih, kondisi psikologis yang kurang baik, stres dapat menurunkan imun tubuh Anda.7

Penggunaan skala frekuensi gejala GERD

Anda juga bisa menggunakan skala frekuensi untuk menentukan seberapa serius penyakit GERD yang Anda derita. Ada 2 kuesioner yang bisa digunakan yaitu FSSG10 dan GerdQ.11 Kuesioner ini dapat diakses bebas.

Namun, jika Anda kesulitan mengakses kuesioner tersebut. Anda dapat menentukan sendiri skala frekuensi gejala GERD dengan membuat jurnal harian. Jika Anda sedang menderita GERD, Anda dapat menuliskan aktivitas yang dilakukan, lalu jika gejala mulai terasa, Anda dapat mencatat seberapa sering gejala itu muncul dan bagaimana rasa sakit yang dirasakan. Hal ini baik dilakukan untuk observasi penyakit GERD sejak dini.

Jadi, bagaimana peeps sudah pahamkah dengan bahaya GERD? Ayo kenali gejalanya dan pahami cara penanganannya. Semoga artikel ini dapat membantu Anda ya! Semoga sehat selalu!

REFERENSI

  1. Naomi, D. A. (2014). Obesity as risk factor of gastroesophageal reflux disease. Juke Unila, 3(7), 22–26.
  2. Fock KM, Talley N, Hunt R, et al. (2014). Report of the Asia-Pacific consensus on the management of gastroesophageal reflux disease. J Gastroenterol Hepatol 19(7), 357-367.
  3. Fujiwara, Y., & Arakawa, T. (2009). Epidemiology and clinical characteristics of GERD in the Japanese population. Journal of Gastroenterology, 44(6), 518–534. https://doi.org/10.1007/s00535-009-0047-5
  4. Tarigan, R., & Pratomo B., (2019). Analisis faktor risiko Gastroesofageal Refluks di RSUD Sainful Anwar. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 6(2), 78-81, http://dx.doi.org/10.7454/jpdi.v6i2.306
  5. Syam, A. F., Aulia, C., Renaldi, K., Simadibrata, M., Abdullah, M., & Tedjasaputra, T. R. (2013). Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Re ux Disease/ GERD) di Indonesia.
  6. Syam AF, Abdullah M, Rani AA. (2005). Prevalence of reflux esophagitis, Barret’s esophagus and esophageal cancer in Indonesian people evaluation by endoscopy. Canc Res Treat, 5(83).
  7. Syam, et al. (2013). Revisi konsesus nasional penatalaksanaan penyakit Reflux Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI).
  8. Richter, J. E., Kahrilas, P. J., Johanson, J., Maton, P., Breiter, J. R., Hwang, C., Marino, V., Hamelin, B., & Levine, J. G. (2001). Efficacy and safety of esomeprazole compared with omeprazole in GERD patients with erosive esophagitis: A randomized controlled trial. American Journal of Gastroenterology, 96(3), 656–665. https://doi.org/10.1016/S0002-9270(00)02393-5.
  9. Rosaida MS, Goh KL. (2004). Gastro-oesophageal reflux disease, reflux oesophagitis and non-erosive reflux disease in a multiracial Asian population: A prospective endoscopy-based study. Eur J Gastroenterol Hepatol, 16, 495-501.
  10. Kusano, M., Shimoyama, Y., Sugimoto, S., Kawamura, O., Maeda, M., Minashi, K., Kuribayashi, S., Higuchi, T., Zai, H., Ino, K., Horikoshi, T., Sugiyama, T., Toki, M., Ohwada, T., & Mori, M. (2004). Development and evaluation of FSSG: Frequency scale for the symptoms of GERD. Journal of Gastroenterology, 39(9), 888–891. https://doi.org/10.1007/s00535-004-1417-7.
  11. Saragih, R. H., & Rey, I. (2012). FSSG scale system in comparison with GERD questionnaires in predicting endoscopic findings with reflux esophagitis. The Indonesian Journal of Gastroenterology …, 136–140. http://ina-jghe.com/index.php/jghe/article/view/388.